Salam Damai Dari Ngangkruk

Betapa gagahnya
Kyai-Kyai kita dan santri-santrinya di masa itu, dengan teriakan takbir yang
menggetarkan jiwa, satu tekad mereka “Hidup dengan kemuliaan atau mati dalam
kesyahidan” itulah semboyan yang terpatri dalam hati mereka, tidak ada
keluhuran dalam hidup yang tertindih kekuasaan penjajah, dan mati dalam
keridhoan Ilahi adalah sebaik-baiknya jalan kematian yang harus ditempuh.
Tujuh puluh tahun
sudah tragedi itu berlangsung, dan kini perjuangan dan pengorbanan kaum santri
diakui oleh Negara sebagai bagian dari sejarah Bangsa yang tak dapat dipisahkan
apalagi dilupakan. Dan kini banyak dari santri yang duduk di kursi Pemerintahan
mulai dari Menteri, Gubernur, Bupati sampai ketua RT. Tak sedikit pula santri
yang menjadi inspirator, wirausahawan sukses. Santri dan Pesantren telah
menjadi ikon Bangsa, hingga Bapak Presiden Jokowipun mulai sering blusukan ke
Pesntren-Pesantren, maka sudah seharusnya trimakasih kami sampaikan kepadamu
para Pahlawan-Pahlawan, Kyai-Kyai, dan Syuhada’-Syuhada’, kami santri masakini
yang tak tahu apa-apa dan belum memberikan apapun untuk Bangsa ini, berdiri
tegak di bumi Indonesia, semua ini karena perjuanganmu.
Wajar saja bila kita
masih merasa canggung, bingung, gundah, dengan semua ini, apakah kalian wahai
para Pejuang ridho dengan pengakuan Negara terhadap peran santri? Sementara kami
belum mampu memerankan diri dari kemaksiyatan yang secara nyata terus terjadi,
dari kedholiman yang menjadi santapan sehari-hari. Pantaskah kami yang banyak
berdiam dari kejahatan, mudah tersinggung, mudah teradu domba, mudah
menyesatkan, mudah berbuat dosa, kami yang seditit berbuat baik, sedikit
memperhatikan sesama, sedikit bersedekah, sedikit memperhatikan Agama, bahkan
tak sedikit dari kami yang tak tahu apa-apa tapi banyak bicara, tak sedikit
dari kami yang melalaikan kaedah Agama demi mengenyangkan hasrat syahwat, tak
sedikit dari kami yang meremehkan sesama hanya untuk merasa lebih hebat dari
dia, lalu bagaimana kami merasa pantas menerima hadiah dari jasa-jasamu,
menerima estafet dari keteguhan dan pengorbananmu?
Maka dihari yang
bersejarah ini, kami santri PP. Fadllul Wahid Ngangkruk, mengajak semua santri
diseluruh Indonesia untuk sejenak merenung mengkosongkan hati dari segala
urusan dunia yang tiada habisnya. Seorang sholeh berkata “Hati ibarat air,
andai air dalam telaga tak dapat memantulkan gambaran wajah seseorang,
barangkali karena keruh atau terkoyak oleh benda yang menjatuhinya, maka
diamkanlah air tersebut hingga tenang, niscaya kau akan melihat wajahmu
dipermukaannya, begitupun hati, kekeruhan dunia menjadikannya sukar untuk
menggambarkan hakikat suatu perkara, maka tenangkanlah hatimu, niscaya hatimu
akan memantulkan hakikat yang nyata.
Mari bersama-sama mengunci lidah kita dari urusan yang tiada guna,
sama-sama mengekang tangan dari tindakan yang tak bermakna, sama-sama memendam
prasangka karena sebagian besarnya adalah tipu daya setan belaka, sama-sama
duduk manis menikmati secangkir kopi dengan berdzikir kepada Yang Maha Esa,
sama-sama menundukkan kepala untuk mengakui keluhuran Dzatnya, sama-sama
memejamkan mata untuk melihat kekurangan-kekurangan diri daripada menilai
sesama.
Semoga hari santri
ini benar-benar menjadi hari evaluasi diri yang sesungguhnya, hari yang berkah,
hari yang seru, hari yang istimewa, dan hari yang damai untuk semesta. Salam
damai dari Ngangkruk.
Ngangkruk, 22
Oktober 2017.
Labels:
FIQIH
Thanks for reading SALAM DAMAI DARI NGANGKRUK. Please share...!
2 Comment for "SALAM DAMAI DARI NGANGKRUK"
ide dan isi tulisan sudah bagus, sayang tata letak dan penegtikannya masih banyak yang harus dibenahi...
tetap semangat berkarya untuk negeri!
trimakasih pak, ini segera kami edit kembali