Catatan Kecil Tentang Ikhlas (Ngaji Selasanan)

 
Catatan Kecil Tentang Ikhlas


Ngangkruk 1 Januari 2018Selasanan, adalah istilah populer yang berlaku di PP. Fadllul Wahid Ngangkruk, istilah tersebut merujuk pada hari Senin malam Selasa dimana dilakukan kegiatan Khususiyah yaitu wiridan bersama mengamalkan wirid Sadziliyah.Selasanan dimulai sehabis magrib sampai kurang lebih pukul  21.30 WIB. Untuk rangkaian acaranya adalah wiridan bersama mulai sehabis Magrib sampai Adzan Isya’. Dilanjutkan sholat Isya’ berjama’ah dengan serangkaian wiridnya. Kemudian dilanjutkan dengan sholat-sholat sunnah berjamaah, dan diakhiri dengan mauidhoh hasanah.
Ada beberapa catatan menarik yang dapat diambil dari mauidhoh oleh Al Mukarom KH. Habibul Huda. Dalam mauidhoh hasanahnya Beliau menyampaikan bahwa ada dua perkara yang sulit diraih oleh manusia sebagai hamba Tuhan. Yang pertama: Taufiq yang turun dari langit, dan yang kedua adalah ikhlas yang terangkat kelangit.
Ibadah yang dilakukan seseorang itu terkadang bukanlah taufiq dari Tuhan, melainkan hanya istidroj (pemberian nikmat dari Tuhan kepada yang mengkufurinya sebagai bentuk kemurkaan Allah) atau penglulu dalam istilah Jawa, hal ini dikarenakan ibadah membutuhkan keikhlasan niat hanya kepada Tuhan, sementara kebanyakan dari manusia dalam ibadahnya jauh dari kata “ikhlas.”
Ikhlas memang  merupakan perkara hati, akan tetapi qorinatul hal (tanda-tanda kejadian perkara) terkadang cukup untuk menilai ikhlas tidaknya seseorang dalam beribadah. KH. Habibul Huda mencontohkan: kebanyakan orang ketika dimintai sumbangan oleh sanak famili atau tetangganya yang sedang punya hajat, maka mereka biasanya akan memberikan sumbangan ala kadarnya, sementara ketika ia punya hajat sendiri, sebesar apapun biayanya ia akan keluarkan asal  hajatannya lancar, padahal tujuan dari hajatan itu sama yaitu memberi hadiah atau suguhan untuk tamu. Artinya mereka dalam memberikan sumbangan dilihat dari qorinatul halnya bukan atas dasar keihlasan untuk Tuhan semata, melainkan ada niatan lain seperti karena malu atau yang lain.
Problematika keihlasan tidak hanya terjadi pada kaum muslimin saat ini, bahkan terjadi dikalangan Sahabat Nabi. Suatu ketika Nabi Muhammad SAW. bersama rombongan Sahabatnya pergi menuju suatu daerah, ditengah-tengah perjalanan mereka bertemu dengan kelompok Yahudi, dan peperanganpun tidak dapat terelakkan dari kedua kelompok. Ada salah satu sahabat yang begitu tangguh dalam berperang, ia begitu hebat, tak kenal lelah, bahkan membabi buta dalam pertempuran, lalu ada satu sahabat lain yang bertanya kepada Nabi Muhammad SAW; ”Wahai Nabi Utusan Allah berapa besar pahala yang diperoleh si fulan yang berjihad dengan begitu hebatnya?” Nabi menjawab: “ia adalah ahli neraka.” Dengan keheranan sahabat ini melanjutkan pertanyaannya: “lalu seperti apa gambaran seseorang yang ahli surga wahai Nabi?” dan Nabi diam tidak menjawab. Akhirnya sahabat ini mempunyai inisiatif untuk mengikuti sahabat yang tangguh tadi dalam peperangannya. Dan sampailah pada suatu tempat dimana sahabat yang tangguh tadi terkena tombak dari musuh, betapa herannya ia melihat sahabat yang ia kira tangguh tersebut malah munusukkan tombak yang mengenainya kedalam tubuhnya lebih dalam karena tak kuasa menahan sakit. Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW, sahabat ini menyaksikan dengan mata kepalanya bahwa sahabat yang ia kira tangguh berjihad tersebut mati bukan karena terbunuh dimedan perang melainkan bunuh diri karena tidak kuasa menahan sakit.
Maka keikhlasan menjadi tolak ukur dalam ibadah seseorang agar dapat diterima oleh Tuhan, tanpa adanya ikhlas ibadah seperti tak berbekas. Dan diantara tujuan kita wiridan bersama dengan bimbingan Guru Mursyid adalah melatih keikhlasan dalam ibadah sedikit demi sedikit.
Kemudian kita tidak usah heran melihat orang-orang non muslim atau orang-orang fasiq bila dalam kenyatan harta mereka lebih melimpah, dan kehidupan mereka lebih layak; karena hal itu bukan berarti mereka mendapat taufiq dari Tuhan melainkan kenikmatan yang mereka peroleh hanyalah penglulu dari Tuhan.
KH. Habibul Huda kemudian mengakhiri mauidhohnya dengan mengutip Firman Tuhan dalam Al Qur’an Al Karim:
{الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚوَهُوَالْعَزِيزُالْغَفُورُ}. )سورة الملك، آية 2(
Artinya: Dialah Dzat  Yang menciptakan mati dan hidup; untuk menguji kalian semua, siapa diantara kalian yang paling baik amalnya. Ia adalah Dzat yang maha tinggi lagi maha pengampun.
            Dipenghujung acara para jama’ah sama-sama melantunkan tiga bait dari sholawat Al Bushiri, berdoa kepada Tuhan dengan bertawasul melalui hamba Tuhan yang paling mulia, sebaik-baiknya ciptaan Tuhan Nabi Muhammad SAW.*****
           


Labels: KALAM MASYAYIKH

Thanks for reading Catatan Kecil Tentang Ikhlas (Ngaji Selasanan). Please share...!

0 Comment for "Catatan Kecil Tentang Ikhlas (Ngaji Selasanan)"

Back To Top